Nama : Reza D Ardianto
Kelas : 2 EB 15
NPM : 27213493
Ekonomi Koperasi
MEA akan menjadikan ASEAN seperti sebuah negara besar. Penduduk di kawasan ASEAN akan mempunyai kebebasan untuk melanglangbuana masuk ke suatu negara dan keluar dari suatu negara di kawasan ASEAN tanpa hambatan berarti. Penduduk mempunyai kebebasan dan kemudahan untuk memilih lokasi pekerjaan yang dianggap memberikan kepuasan bagi dirinya.
Perusahaan mempunyai kebebasan untuk memilih lokasi pendirian pabrik dan kantor perusahaan di kawasan ASEAN. Peluang Indonesia untuk bersaing dalam MEA 2015 cukup besar. Hal ini didukung oleh 1) peringkat Indonesia pada ranking 16 dunia untuk besarnya skala ekonomi dengan 108 juta penduduk sebagai kelompok menengah yang sedang tumbuh sehingga berpotensi sebagai pembeli barang-barang impor (sekitar 43 juta penduduk), 2) perbaikan peringkat investasi Indonesia oleh lembaga pemeringkat dunia, dan 3) masuknya Indonesia sebagai peringkat empat prospective destinations berdasarkan UNCTAD World Investment Report.
Dukungan untuk menjadikan Indonesia mampu bersaing dalam MEA 2015 dan rangkaian program dan kegiatan pembangunan yang dijalankan selama ini menjadi kurang bermakna apabila pemerintah tidak memahami vicious circle (lingkaran setan) yang menjadi kendala pembangunan nasional. Salah satu kendala tersebut adalah kendala pembangunan infrastruktur.
Pemerintah belum berhasil dalam pembangunan infrastuktur seperti pembangunan infrastruktur untuk transportasi massal yang terintegrasi dan infrastruktur transportasi umumnya untuk keseluruhan wilayah Indonesia. Kegagalan pembangunan infrastuktur tersebut berdampak pada high cost economy dan lemahnya daya saing produk Indonesia di luar negeri. Artinya, pada MEA 2015 nanti Indonesia hanya menjadi surga bagi produk asing tetapi tidak mampu bersaing dengan negara ASEAN lain dalam meraih investasi asing langsung karena lemahnya daya saing daerah akibat terkendalanya pembangunan infrastruktur..
Kendala pembangunan infrastruktur disebabkan antara lain oleh faktor korupsi yang relatif tinggi hingga 40% yang terjadi di birokrasi, kendala pembebasan lahan, infrastruktur, pendanaan dan biaya logistik. Rata-rata biaya logistik di Indonesia 17% dari total biaya produksi, sedangkan Singapura hanya 6% dan Malaysia 8%.
Sebenarnya untuk kendala pembebasan lahan, pemerintah sudah mengatasinya dengan munculnya UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dimana yang dimaksud dengan tanah untuk kepentingan umum di antaranya adalah tanah yang dimanfaatkan untuk jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api, pelabuhan dan bandar udara. Namun hingga sekarang, UU tersebut belum cukup ampuh untuk penyediaan tanah bagi pembangunan infrastruktur. Kendala lainnya adalah rendahnya kemampuan pemerintah dalam mengalokasikan anggaran belanja termasuk belanja modal.
Berbagai kendala dalam pembangunan infrastruktur akan menghambat Indonesia dalam mendorong daya saing daerah ataupun daya saing produk agar mampu bersaing dalam MEA 2015. Oleh karena itu, melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (MP3EI), pemerintah Indonesia akan mempercepat dan memperluas pembangunan infrastruktur berdasarkan 3 pilar utama, yaitu strategi peningkatan potensi wilayah melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di dalam koridor ekonomi, strategi memperkuat konektivitas nasional, serta strategi meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan IPTEK. Dengan demikian, MP3EI diharapkan dapat menjadi salah satu media peningkatan daya saing daerah, daya saing produk, dan aliran investasi asing langsung ketika Indonesia memasuki MEA 2015.
Analisis
Menurut saya dalam MEA 2015 ini Indonesia dalam
posisi 50% siap dan 50% belum siap. Dengan adanya MEA dapat kemungkinan terjdai
SDM Indonesia akan kalah dengan SDM luar. Pemerintah pun belum siap dalam
infrastruktur. UMKM juga kurang diperhatikan sehingga dalam MEA bisa saja UMKM
tersaingi padahal nisa jadi sesuatu yang menonjol.
Well we’ll see apa Indonesia bisa menyesuaikan diri
dengan MEA