Tugas Individu
Pengantar Bisnis
(softskill)
AMDAL
Reza Dwi Ardianto
27213493
1-EB-06
AMDAL
merupakan singkatan dari Anilisis Mengenai Dampak Lingkungan. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek
fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat
sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
AMDAL ini dibuat saat perencanaan
suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan
hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek
abiotik, biotik dan kultural. Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah
No. 27 Tahun 2012 tentang "Izin Lingkungan Hidup" yang merupakan
pengganti PP 27 Tahun 1999 tentang AMDAL.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 27
tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. AMDAL adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang
diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan
pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu
syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil
studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk
mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau
kegiatan.
Dokumen AMDAL terdiri dari :
- Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
- Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
- Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
- Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh
Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana
usaha dan/atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah
perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.
Fungsi
AMDAL
- Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
- Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
- Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
- Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
- Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
Beberapa peran AMDAL, yaitu :
·
Peran AMDAL dalam pengelolaan lingkungan. Apabila
dampak lingkungan yang telah diperkirakan jauh berbeda dengan kenyataannya, ini
dapat saja terjadi kesalahan-kesalahan dalam menyusun AMDAL atau pemilik
proyeknya sesuai AMDAL.
·
Peran AMDAL dalam pengelolaan proyek. Bagian AMDAL
yang diharapkan oleh aspek teknis dan ekonomis biasanya adalah sejauh mana
keadaan lingkungan dapat menunjang perwujudan proyek, terutama sumber daya yang
diperlukan proyek tersebut seperti air, energi, manusia, dan ancaman alam
sekitar.
·
AMDAL sebagai dokumen penting. Laporan AMDAL merupakan
dokumen penting sumber informasi yang detail mengenai keadaan lingkungan pada
waktu penelitian proyek dan gambaran keadaan lingkungan di masa setelah proyek
dibangun.
Prosedur AMDAL terdiri dari :
- Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
- Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat
- Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)
- Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.
Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat. Berdasarkan Keputusan Kepala
BAPEDAL Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama
waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang
diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu
sebelum menyusun KA-ANDAL.
Proses penyusunan KA-ANDAL. Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk
menentukan lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses
pelingkupan).
Proses penilaian KA-ANDAL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan
dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan
peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar
waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali
dokumennya.
Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL
dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian
Komisi AMDAL).
Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa
mengajukan dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk
dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL
dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk
memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Langkah-langkah AMDAL, yaitu :
·
Usulan Proyek.
·
Penyaringan usulan proyek dengan PIL (Penyajian
Informasi Lingkungan). Bila usulan proyek
sejak awal berpendapat bahawa usulan proyeknya akan memiliki dampak penting,
maka pemrakarsa bersama instansi yang bertanggungjawab dapat langsung membuat
AMDAL dengan terlebih dahulu menyiapkan kerangka acuan. Jadi, dalam hal ini
tidak diperlukan PIL.
·
Menyusun Kerangka Acuan
·
Membuat ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan)
·
Membuat RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) dan RPL
(Rencana Pemantauan Lingkungan)
·
Implementasi Pembangunan Proyek dan Aktivitas
Pengelolaan Lingkungan.
AMDAL sangat penting apalagi untuk lingkungan sekitar. Namun tetap saja
banyak kasus yang berkaitan dengan AMDAL. Seperti artikel yang ada di Kompas, 2 Agustus 2002.
Pelaku
usaha dan pemerintah daerah dinilai masih mengabaikan masalah lingkungan. Hal
ini terlihat dari masih adanya kawasan industri di Semarang yang beroperasi tanpa
terlebih dahulu memenuhi kewajiban stu di Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Amdal). Selain itu, sejumlah industri di Semarang juga masih banyak yang belum
secara rutin, yaitu enam bulan sekali, menyampaikan laporan kepada Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Semarang. “Kalau sebuah
kawasan industri sudah beroperasi sebelum melakukan studi Amdal, Bapedalda
tidak bisa berbuat apa-apa.
Kami paling
hanya bisa mengimbau, tapi tidak ada tindakan apa pun yang bisa kami lakukan.
Terus terang, Bapedalda adalah instansi yang mandul,” kata Mohammad Wahyudin,
Kepala Sub-Bidang Amdal, Bapedalda Semarang, Kamis (1/8), di Semarang. Wahyudin
menceritakan, kawasan industri di Jalan Gatot Subroto, Kecamatan Ngaliyan, Kota
Semarang, misalnya, sejak beroperasi dua tahun lalu hingga saat ini belum mempunyai
Amdal.
Padahal,
menurut Wahyudin, salah satu syarat agar sebuah kawasan industri bisa
beroperasi ialah dipenuhinya kewajiban melaksanakan studi Amdal. “Bapedalda
berkali-kali menelpon pengelola kawasan industri tersebut, menanyakan
kelengkapan dokumen Amdal mereka. Namun, sampai sekarang, jangankan memperoleh
jawaban berupa kesiapan membuat studi Amdal, bertemu pemilik kawasan itu saja
belum pernah,” ujarnya. Wahyudin menyayangkan sikap pihak berwenang yang tetap
memberikan izin kepada suatu usaha industri atau kawasan industri untuk
beroperasi walau belum menjalankan studi Amdal.
Menurut dia,
hal ini merupakan bukti bahwa bukan saja pengusaha yang tidak peduli terhadap
masalah lingkungan, melainkan juga pemerintah daerah. Sikap tidak peduli terhadap
masalah lingkungan juga ditunjukkan sejumlah pemilik usaha industri ataupun
kawasan industri dengan tidak menyampaikan laporan rutin enam bulan sekali
kepada Bapedalda. Wahyudin mengatakan, kawasan industri di Terboyo, misalnya,
tidak pernah menyampa ikan laporan perkembangan usahanya, terutama yang
diperkirakan berdampak pada lingkungan, kepada Bapedalda.
Hal serupa
juga dilakukan pengelola lingkungan industri kecil (LIK) di Bugangan Baru.
Keadaan tersebut, menurut Wahyudin, mengakibatkan Bapedalda tidak bisa
mengetahui perkembangan di kedua kawasan industri tersebut. Padahal,
perkembangan sebuah kawasan industry sangat perlu diketahui oleh Bapedalda agar
instansi tersebut dapat memprediksi kemungkinan pencemaran yang bisa terjadi.
Ia menambahkan, industri kecil, seperti industri mebel, sebenarnya berpotensi
menimbulkan pencemaran lingkungan. Namun, selama ini, orang terlalu sering
hanya menyoroti industry berskala besar.
Bisa
dikatakan jika tidak pembangunan tidak menggunakan AMDAl bisa fatal seperti pencemaran
lingkungan dan sebagainya. Maka dari itu sebaiknya setiap pembangunan harus
memerhatikan AMDAL.
Sumber :
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=150071